Pencabulan
Pengasuh Ponpes Al Mahdiy di Sidoarjo Divonis 3 Tahun Penjara atas Kasus Pencabulan
AKURAT News, Sidoarjo - Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo menjatuhkan vonis kepada pengasuh pondok pesantren Al Mahdiy di desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Sidoarjo Jawa Timur. Rabu (8/1/2025).
Terdakwa Hidayatullah Fuad Basy'ban, dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan penjara. Vonis ini dijatuhkan dalam sidang yang digelar pada Selasa 7 Januari 2025.
Ketua Majelis Hakim Bambang Trenggono, menyatakan bahwa terdapat bukti bersalah melakukan pencabulan terhadap salah satu santriwatinya yang masih dibawah umur. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang memberatkan hukuman terdakwa.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta subscriber 6 bulan kurungan," ujar Bambang Trenggono.
Dalam persidangan, terungkap bahwa aksi pencabulan tersebut terjadi pada 22 Desember 2023, terdakwa memanfaatkan korban dengan meminta pijatan disertai iming-iming uang 50.000. Korban yang masih dibawa umur akhirnya menuruti permintaan tersebut.
Selanjutnya, pada pukul 19.00 WIB, terdakwa mengajak korban ke lantai 2 pondok pesantren untuk melakukan pijatan saat para santri lain belajar di lantai bawah.
Kemudian, pada saat itu terdakwa juga melakukan tindakan tidak senonoh dengan menciumi leher dan pipi korban. Namun aksi tersebut dipergoki oleh santri lain.
Terdakwa sempat berkilah, bahwa tindakan tersebut tidak seperti yang dipikirkan. Selain itu, terdakwa juga diketahui mengancam korban agar tidak membocorkan perbuatannya.
Terdakwa mengancam akan mengadukan korban kepada orang tuanya jika ia dianggap berperilaku nakal di pondok pesantren.
Merasa tertekan, korban akhirnya melarikan diri dari pondok pesantren Al Mahdiy pada 19 Januari 2024. Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya.
Berdasarkan fakta persidangan, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa melanggar pasal 6 huruf a juncto pasal 4 ayat 2 dan pasal 1 angka 3 undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual serta undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan seksual secara fisik dengan maksud merendahkan harkat dan martabat korban berdasarkan seksual," tegas majelis hakim dalam putusannya.***
Komentar